Kamis, 25 Agustus 2011

Pelajaran Hidup Dari Bauer Street (1)

Bauer Street adalah alamat di mana saya tinggal waktu di Canada. Saya tinggal bersama host mom saya yang bernama Sharon. Selain saya, ada juga counterpart saya, Andrei, dan juga temen saya lainnya, Amy dari Sumbar dan counterpart nya, Raphaelle. Awalnya saya merasa canggung tinggal di lingkungan baru, takut buat salah aja ga enak sama tuan rumah yang akan menjadi host mom saya selama 3 bulan tersebut. Ternyata beliau orang yang sangat baik. Saya bisa bilang dia adalah 7 Habits berjalan. Apa yang dilakukannya menginspirasi saya dan mengingatkan saya pada materi training 7 habits setelah saya pulang dari Canada.

Host mom saya adalah orang yang bijak, care, dan tegas. Saat kami datang pertama ke rumah itu, kami diajak berkeliling rumah. Dia menunjukkan ruangan - ruangan di rumah itu, kamar kami, kamar mandi, dan juga isi kulkas yang dia bilang bisa kami makan tanpa harus izin, hahaha senangnya... Selain menunjukkan itu, dia juga bikin kesepakatan sama kami, tamu - tamunya. 3 kata : "Leave No Trash". Dia adalah orang yang suka dengan kebersihan.

Peraturan lainnya adalah, setiap malam, kami harus memasak makanan yang kami ingin makan sendiri. Kami dibebaskan untuk milih menu makanan kami. Saya dan Amy secara rutin memasak makanan Indonesia sebagai pereda homesick, dan memamerkan makanan Indonesia juga ke Sharon dan counterpart kami. Tapi setelah masak dan makan, ingat : Leave No Trash!!!

Suatu hari, setelah makan, kami berempat langsung menuju basement untuk menonton DVD yang sudah kami sewa, saat itu Sharon sedang tidak ada di rumah. Saat kami asyik menonton DVD, tiba2 Sharon datang, dan mengajak kami ke dapur, ada hal yang ingin dia sampaikan. Di dapur dia menanyakan apakah kami ingat dengan 3 kata yang kami sepakati bersama di awal. Kami lupa, Leave No Trash. Dia marah dan kecewa, itu terlihat dari ekspresi wajahnya dan gaya bicaranya. Yang saya kagum, dia marah tanpa meninggikan nada suaranya. Dia mengingatkan bahwa kami telah melanggar kesepakatan bersama tanpa menyakiti hati kami sedikit pun. bagi saya itu adalah sesuatu yang keren!!! Setelah obrolan itu, kami membersihkan sisa makanan di dapur, mencuci peralatan, dan merapikan meja makan. Setelah beres, kami kembali ke ruang nonton untuk melanjutkan tontonan kami.

Yang bisa saya ambil dari kejadian itu setidaknya ada dua hal.
1. Untuk memulai sesuatu yang melibatkan orang lain, kita butuh yang namanya kesepakatan. Kan kepala orang2 itu beda, pasti isinya beda kan. Nah agar ga salah persepsi dan salah paham, kita harus buat suatu kesepakatan, deal-dealan biar semuanya jelas, kalo ada salah, balik ke deal-dealan itu. Ini berlaku di mana aja yaa, mau ngerjain tugas kelompok, tugas organisasi, bahkan hal pribadi seperti status : in relationship. Yang terakhir ini biasanya luput dari deal-dealan, ga ada kesepahaman ttg apa itu "in relationship", batasannya, apa yg disukai n ga disukai kedua belah pihak, dan lain2.. hahaha, jadi ngomongin ini nih..

2. Marah dengan elegant, terutama ke partner yang sudah kita kenal. Biasanya orang marah kan meledak - ledak. Dari host mom saya, saya berusaha menjadi orang yang elegant kalo marah. Menurut saya elegant ini datang ketika kita bisa tetap menahan diri saat sedang marah, tapi orang lain dapat menangkap apa yang menyebabkan kita marah. Marah yang proaktif kalau bahasanya 7 habits. Jadi ga perlu teriak - teriak. Dan juga lihat perasaan orang lain yg dimarahi. Tapi dengan catatan ini kondisional ya. Ada situasi di mana kita harus bereaksi cepat, saat itu kita bisa menegur orang, dengan sedikit meninggikan suara. Biar ada shock therapy juga.

Pada akhirnya ini adalah opini yang ada di pikiran saya sendiri..
to be continued..